DOA
TuhankuDalam termangu, aku masih menyebut namaMuWalau susahsungguhMengingat kau penuh seluruhTuhankuAku hilang bentukRemukTuhankuDi pintuMu aku me ngetukAku tidak bisa berpaling
DI MESJID
Kuseru saja DiaSehingga datang juga
Kami pun bermuka-muka.
Seterusnya Ia menyala-nyala dalam dada.Segala daya memadamkannya
Bersimbah peluh diri yang tidak bisa diperkuda
Ini ruangGelanggang kami berperang
Binasa-membinasaSatu menista lain gila.
29 Mei 1943
SENDIRI
Hidupnya tambah sepi, tambah hampaMalam apa lagiIa memekik ngeriDicekik kesunyian kamarnya
Ia membenci. Dirinya dari segalaYang minta perempuan untuk kawannya
Bahaya dari tiap sudut. Mendekat jugaDalam ketakukan-menanti ia menyebut satu nama
Terkejut ia terduduk. Siapa memanggil itu?Ah! Lemah lesu ia tersedu: Ibu! Ibu!
Februari 1943
RUMAHKU
Rumahku dari unggun-timbun sajakKaca jernih dari luar segala nampak
Kulari dari gedong lebar halamanAku tersesat tak dapat jalan
Kemah kudirikan ketika senjakalaDi pagi terbang entah ke mana
Rumahku dari unggun-timbun sajakDi sini aku berbini dan beranak
Rasanya lama lagi, tapi datangnya datangAku tidak lagi meraih petangBiar berleleran kata manis maduJika menagih yang satu.
27 April 1943
TAK SEPADAN
Aku kira:Beginilah nanti jadinyaKau kawin, beranak dan berbahagiaSedang aku mengembara serupa Ahasveros.
Dikutuk-sumpahi ErosAku merangkaki dinding butaTak satu juga pintu terbuka.
Jadi baik juga kita padamiUnggunan api iniKarena kau tidak ‘kan apa-apaAku terpanggang tinggal rangka.
Februari 1943
untuk neneknda
Bukan kematian benar menusuk kalbuKeridlaanmu menerima segala tibaTak kutahu setinggi itu atas debudan duka maha tuan bertakhta.
Oktober 1942
Senja di Pelabuhan Kecil
Ini kali tidak ada yang mencari cintadi antara gudang, rumah tua, pada ceritatiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlautmenghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elangmenyinggung muram, desir hari lari berenangmenemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerakdan kini tanah dan air tidur hilang ombak.
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalanmenyisir semenanjung, masih pengap harapsekali [...]
AKU
Kalau sampai waktuku‘Ku mau tak seorang ‘kan merayuTidak juga kau
Tak perlu sedu-sedan ituAku ini binatang jalanDari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitkuAku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlariBerlariHingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduliAku mau hidup seribu tahun lagi
Pembangoenan,No. 1, Th. I10 Desember 1945
KRAWANG-BEKASI
Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasitidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi. Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami, terbayang kami maju dan mendegap hati?Kami bicara padamu dalam hening di malam sepiJika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetakKami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.Kenang, kenanglah kami.Kami sudah coba apa yang [...]
DIALAMATKAN KEPADA KHAIRIL ANWAR
Sabarlah khairilhisaplah rokokmu dalam dalamsebentar lagi akan datang puisi
Duduklah di situ khairilaku sedang dalam perjalanan menjemputi puisi puisimereka tersebar di sekeliling kota
Masih berapa batang ada sigaretmu?kalau begitu tentu masih cukup buatmu menelan pemandangandan membuatnya jadi puisi yang merindang teduh sampai sana
sungguhaku hanya berkeliling menjemputi cecer puisimutanpa berusaha menjadi salah satu dari mereka
tunggu ya
5 maret 2005idaman [...]
No comments:
Post a Comment